Sumbar, Kupas-news.com- Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (UMSB) meluncurkan dan membedah dua buku sekaligus secara virtual, tanggal 18 Desember 2020.
Buku Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar Buya Dr. Drs. H. Shofwan Karim, BA, MA tersebut, berjudul “Islam Sebagai Dasar Negara: Polemik Antara Mohammad Natsir Versus Soekarno” dan “68 Tahun Melukis di Atas Awan: Memoar Biografi Dr. Shofwan Karim”.
Peluncuran dan bedah buku terbitan UMSB Press tersebut dihadiri dosen dan sivitas akademika UMSB serta warga Muhammadiyah Sumbar. Acara yang dibuka Rektor UMSB Dr. Riki Saputra MA itu menghadirkan beragam pembicara baik dari dalam maupun luar negeri.
Ketua DPD RI 2009-2016, Irman Gusman, SE, MBA yang diundang sebagai pembicara perdana mengungkapkan bahwa Shofwan Karim merupakan sahabat dekat yang sudah dikenalnya lebih dari 25 tahun. Terkait pandangannya terhadap polemik M. Natsir dan Soekarno, Irman Gusman mengatakan bahwa pandangan dan pilihan politik boleh saja berbeda, tetapi persahabatan itu abadi sifatnya. “Inilah yang diteladankan oleh Natsir dan Bung Karno”, katanya.
Acara peluncuran dan bedah buku dimulai dengan pengantar dari editor buku Efri Yoni Baikoeni, SS, MA, dilanjutkan dengan presentasi dari pembicara dari Malaysia, Brunei dan Indonesia.
Dr. Gamal Abdul Naseer, dosen senior Universiti Brunei Darussalam (UBD) berbicara mengenai pemikiran M. Natsir tentang integrasi ilmu pengetahuan. Cendikiawan Brunei yang pernah mengambil S-3 di Universiti Kebangsaan Malaysia dengan meneliti pemikiran M. Natsir dalam Pendidikan Indonesia tersebut menjelaskan bahwa M. Natsir telah menggagas pendidikan integral tahun 1934, jauh sebelum dunia Islam memulai pemikiran “Islamization of knowledge” pada Konferensi Pendidikan Islam pertama di Makkah tahun 1977.
Gagasan ini kemudian dilanjutkan oleh Prof. Dr. Ismail Al Faruqi. Sementara di Malaysia, konsep “Pendidikan Bersepadu” diperkenalkan oleh Dr. Anwar Ibrahim ketika menjabat sebagai Menteri Pendidikan Malaysia yang sangat mengagumi konsep pemikiran M. Natsir.
Sementara itu, pembicara dari Malaysia yaitu Prof. Dr. Firdaus Abdullah mendiskusikan mengenai pengaruh pemikiran M. Natsir di Malaysia. Mantan Wakil Rektor Universiti Malaya dan Senator Parlemen Malaysia itu menyatakan bahwa sosok negarawan M. Natsir memberi inspirasi kepada gerakan pemuda Islam Malaysia yang tergabung dalam organisasi Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) yang pernah dipimpin oleh Dr. Anwar Ibrahim, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia.
Hadir pula pembicara lain, diantaranya Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Sir Azyumardi Azra, MA yang memberi “testimony” perjuangan Shofwan Karim ketika menyelesaikan S3 pada Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta tahun 2008 dengan judul penelitian “Nasionalisme, Pancasila dan Islam sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (Studi Pemikiran Mohammad Natsir). Bersama dengan Prof. Dr. Badri Yatim, MA, Azyumardi Azra menjadi promotor disertasi Shofwan Karim.
Sementara Rektor Universitas Yarsi Jakarta, Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D menjelaskan kiprah Shofwan Karim yang tidak hanya dikenal di dalam negeri namun juga di luar negeri khususnya keterlibatannya dalam kegiatan program pertukaran pemuda Indonesia ke luar negeri.
Mantan Wakil Menteri Pendidikan RI tahun 2010–2011 tersebut mengakui memiliki banyak kesamaan jalan hidup karena pada masa mahasiswa pernah mengikuti program pertukaran pemuda ke Kanada mewakili Sumbar. Karena memiliki rekam jejak yang bagus, keduanya pun kemudian berpeluang menjadi “group leader“ bahkan “country coordinator”.
Satu-satunya pembicara wanita dalam acara ini yaitu Dr. (HC) Nurhayati Subakat, CEO PT Paragon Technology & Innovation yang menjadi sponsor dalam penerbitan buku biografi Dr. Shofwan Karim. Dalam kesaksiannya, wanita hebat dibalik kesuksesan produk kosmetik “Wardah” ini mengulas kesannya terhadap buku ini. Menurutnya, dengan membaca buku ini setidaknya terdapat tiga hikmah yang dapat dipetik.
Pertama, buku-buku ini dapat menjadi “legacy” sebagai pusaka bagi anak cucu. Kedua, buku ini bercerita sesuatu yang baru sehingga mengisi kekosongan yang ada “narrowing gap”. Ketiga, berbagi semangat mendokumentasikan sejarah agar nilai-nilainya dapat diwariskan kepada generasi Milenial yang dapat menuntun menuju masyarakat yang lebih beradab dan beradat.
Ulama senior Sumbar Buya Mas’oed Abidin dan Didi Rahmadi, S.Sos, MA (dosen Fisipol UMSB) menyorot tentang perbedaan pandangan politik antara M. Natsir dengan Soekarno. Mantan sekretaris pribadi M. Natsir tersebut juga memberikan kesaksiannya tentang upaya-upaya M. Natsir dalam mewujudkan negara Islam di Indonesia secara konstitusional.
Tidak lupa, tokoh pers nasional, H. Basril Djabar menceritakan kesan atas semangat kegigihan seorang Shofwan Karim sehingga bisa sukses dalam berbagai dimensi tidak saja dalam bidang pendidikan, akademisi, maupun keluarga.
Penasehat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar tersebut juga menjelaskan interaksi mereka yang cukup intens tidak saja karena sama-sama menjabat sebagai Komisaris PT Semen Padang namun juga kesamaan pandangan dalam mengembangkan dunia jurnalistik di Sumbar.
Acara diakhiri dengan penyerahan piagam penghargaan dari Rektor UMSB kepada para narasumber. Setiap peserta berkesempatan mendapat e-book kedua buku tersebut secara gratis. (hum/hr1)