Yorri Oktarina Owner PT. Batik Tanah Liek memberikan klarifikasi terkait adanya indikasi kongkalikong pengadaan proyek Handsanitizer dan iapun membantah telah memberikan fee 5000 per botol yang dituduhkan. Arie Sutan Malin Mudo
Padang, Kupaspost.com- Banyaknya pemberitaan bahkan menjadi tranding topik temuan LHP BPK RI terkait mark up anggaran dalam pengadaan alat kesehatan (Alkes) bantuan Covid-19 di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar. Dimana disana disebut-sebut PT. Batik Tanah Liek salah satu vendor pemasok pengadaan Handsanitizer tersebut.
Dijelaskan Yorri Oktarina owner PT. Batik Tanah Liek Pusako Mandeh, mengatakan tidak benar sama sekali kami dapat proyek atas rekomendasi istri Kepala BPBD Sumbar. Selain itu, Tak benar juga kami memberikan fee 5000 per botol yang disangkakan kepada ibu itu," kata Owner Batik Tanah Liek Pusako Mandeh, Yori Oktarina kepada awak media saat jumpa persnya, Kamis (25/2/2021) di salah satu Cafe di Kota Padang.
" Tidak benar tuduhan itu. Ini semua murni perjuangan kami dan tidak ada rekomended, kongkalikong dan backingan dari pihak manapun," tegas Yorri
Dijelaskan perempuan berwajah anggun ini, kami hanya sebagai penyedianya saja. Selanjutnya, kami mendapatkan proyek pengadaan hand sanitaizer sesuai prosedur dan melakukan penawaran sama dengan yang lainnya.
Lanjutnya, Alhamdulillah penawaran kami di approve oleh pihak BPBP dan kami saat itu menyanggupi menyediakan hand sanitizer sesuai kontrak sebanyak 25.000 botol. Pada harga pembelian di faktur yang ditawarkan per botol Rp27 ribu karena kondisi saat itu alat kesehatan sulit.
" Pada saat itu, handsanitizer ukuran 100ml dibandrol Rp45ribu hingga Rp.50ribu Sedangkan stok barang sulit, keadaan sangat darurat, permintaan banyak. Tentu harga naik, sesuai dengan prinsip ekonomi," terangnya.
Nah, karena penawaran kami cocok sesuai prosesur ditambah perusahaan kami memiliki izin KBLI (Klarifikasi Buku Lapangan usaha Indonesia) disana ada dokumen perizinan seperti, NIB, SIUP dan TDP. KBLI atau izin registrasi usaha bergerak dibidang perdagangan pengadaan alat kesehatan, laboraturium, farmasi dan kedokteran.
"KBLI inilah yang jadi dasar bahwa perusahaan kami bisa melakukan pengadaan hand sanitaizer meski bidang utama kami pengadaan batik," tegas Yori.
Pada kesempatan ini, Yori berkeluh kesah bahwa apa yang terungkap pada Pansus DPRD Sumbar tidak semuanya benar termasuk soal harga. Menurutnya, pada masa awal pandemi, harga hand sanitaizer sewaktu-waktu bisa berubah, bisa mencapai Rp45000 bahkan Rp50000 per 100 militer.
"Jadi harga Rp35000 per 100 mililiter itu harga standar. Dimana mark-up nya," Yori bertanya.
Lanjutnya, soal mark up harga tidaklah benar. Kami menjual sesuai dengan harga pada saat itu dengan bukti yang jelas.
Soal pengembalian kelebihan bayar, Yorri mengungkapkan pihaknya sudah menyetorkan ke kas daerah. Penyetoran dana tersebut dilengkapi dengan fakta integritas.
Terakhir, ditanya nama perusahaannya dituduh soal mark up tersebut, yorri sendiri tidak akan melaporkan. Namun, semua ia serahkah ke BPK dan biarlah tim pansus yang memutuskan, imbuh Yorri mengakhirinya. (Hr1)